RSS

Jendela Berpelangi

Orang tuaku sudah tidak lagi bersama ketika aku berumur 7 tahun, saat itu aku sangat merasa sedih dan selalu mempertanyakan mengapa ini terjadi kepadaku. Aku selalu merenung di depan jendela coklat ini, dan menangis seharian disana, menunggu kedatangan ayah seperti biasanya. Tetapi tak ada lagi sosok ayah di rumah ini.

Momi semakin bingung dengan keadaanku. Aku tidak ingin melakukan apapun, tidak pergi ke sekolah, tidak ingin makan, dan semakin sakit - sakitan. Momi sudah mencoba memanggil dokter, tapi keadaanku tak kunjung membaik.

Akhirnya momi mengalah dan menyerahkanku ke ayah, walopun hasil pengadilan menyebutkan aku tinggal bersama momi.

Aku senang hidup bersama ayah, dia selalu membuatku merasa nyaman. Dia selalu mengantarku ke rumah momi saat aku merasa kangen dengan momi.Dia juga tak pernah membiarkanku merasa kesepian. Aku hidup dengan ayah sampai dengan tepat 2 bulan sebelum aku berumur 18 tahun. Dia tiba - tiba pingsan ketika kami sedang menonton tv bersama. Dia tiba- tiba pergi tanpa sepatah katapun.

tapi ada kata - kata yang selalu aku ingat darinya :

"Di bawah hujan, kamu dapat melihat semua yang ingin kamu lihat"

Kata- kata itu masih terngiang hingga kini di kepalaku.

Kini tepat ketika umurku 18 tahun, aku memandang jendela ini lagi, di rumah momi. Kenangan saat aku berumur 6 tahun menari - nari di kepalaku. Di depan jendela usang ini, aku masih dapat melihat momi, ayah, dan aku bermain hujan bersama di halaman itu. Kami tertawa bersama di bawah hujan, melihatku menari - nari sambil memainkan payung merah kesukaanku. Aku berputar, berlari, dan melompat seolah olah aku adalah balerina yang sangat handal. Dan ketika hujan usai, kami selalu memandangi pelangi, seakan pelangi itu memang tercipta dari kegembiraan kami.



"Sherliiiiiiii...... cepat bantu momi memanggang kuee....." teriakan momi membuatku tersentak dari lamunanku.

"iya mooom, iam coming !!!" jawabku tergesah sambil menghapus air mataku.

Sekarang aku harus tinggal dengan momi dan juga suami momi, om hendra. Dia seorang ayah yang baik dengan 2 orang anak. Aku harus mulai membiasakan diri dengan adik baruku, karena sebelumnya aku adalah anak bungsu.

Setelah beberapa minggu, keadaanku mulai membaik. Aku dapat beradaptasi dengan cepat di lingkungan baruku. Aku mulai suka dengan adik- adik baruku yang kembar itu.
Tidak terasa, musim hujan pun tiba lagi , dan seperti siang yang biasanya ketika hujan, aku menyempatkan diri duduk di depan jendela itu.

Aku melihat seorang laki- laki berbadan tegap,mengenakan kaos putih, berambut kecoklatan, dan terlihat sangat "eye-catching".Aku tak pernah liat sosoknya di komplek ini. Setahuku memang ada tetangga baru yang pindah di depan rumah. Tapi aku tidak terlalu memperhatikan hal tersebut. Si laki- laki itu terlihat tergesah gesah lari menghidari hujan , tetapi sedetik kemudian dia melihat ke arah sini, kearahku. Dia berhenti sejenak untuk melambai kepadaku. Senyumnya sangat indah, dan matanya memancarkan kelembutan, membuatku mengingat sosok yang sangat ini sangat aku rindukan.

aku melihat senyum ayah  di wajahnya,


jendelaku kembali berpelangi

0 komentar:

Posting Komentar